Fajarnewstv.com,”KUTAI TIMUR — Sengketa lahan pertanian di Kelurahan Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), kian memanas. Kelompok Tani Swadaya Makmur yang selama ini menggarap lahan untuk mendukung program Ketahanan Pangan Nasional, kini merasa resah setelah sekelompok warga mengklaim kepemilikan atas lahan tersebut.
Lahan pertanian yang disengketakan berada di wilayah administrasi Kelurahan Teluk Lingga. Kelompok Tani Swadaya Makmur memiliki dasar hukum berupa sertifikat Pengukuhan Kelompok Tani dari Dinas Pertanian Kutai Timur, Nomor: 240/114/Distan/1/2019, serta pengukuhan dari Pemerintah Kelurahan Teluk Lingga sejak tahun 2015.
Namun, belakangan muncul klaim dari sejumlah warga yang mengaku memiliki surat keterangan tanah (SKT) perwatasan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Singa Gembara — desa yang berbatasan dengan Kelurahan Teluk Lingga.
Mediasi Gagal Capai Kesepakatan
Menanggapi konflik ini, Pemerintah Kelurahan Teluk Lingga menggelar mediasi antara pihak yang bersengketa pada Senin (28/4/2025), bertempat di kantor Lurah Teluk Lingga, Jalan Hidayatullah. Mediasi dihadiri oleh Kasi Pemerintahan Kelurahan Teluk Lingga, Ewil, Bhabinkamtibmas, Babinsa, perwakilan warga pengklaim, serta Ketua dan anggota Kelompok Tani Swadaya Makmur.
Kasi Pemerintahan Ewil menyatakan, tujuan utama mediasi adalah untuk menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan. “Bila ada kesepakatan damai, masalah ini bisa selesai tanpa perlu jalur hukum,” ujar Ewil.
Namun, proses mediasi berlangsung alot. Kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan klaim masing-masing. Hingga akhirnya, mediasi dinyatakan gagal mencapai kesepakatan.
Ewil menegaskan, karena mediasi tidak berhasil, kedua belah pihak dipersilakan menempuh jalur hukum melalui kepolisian atau pengadilan untuk menyelesaikan sengketa.
Kelompok Tani Mempertanyakan Keabsahan Surat Klaim
Ketua Kelompok Tani Swadaya Makmur, Laruse, menyatakan keberatan atas klaim warga. Ia mempertanyakan keabsahan surat keterangan penyerahan tanah perwatasan yang digunakan oleh pihak pengklaim.
“Surat tersebut tidak ditandatangani oleh mantan Ketua Kelompok Tani, H. Syukri Idar, seperti yang seharusnya, melainkan oleh pihak lain yang mengatasnamakan Kelompok Tani,” tegas Laruse.
Menurut Laruse, kejanggalan ini semakin memperkuat keyakinannya bahwa klaim tersebut tidak berdasar.
Kuasa Hukum: Salah Objek Administrasi
Mendampingi Kelompok Tani Swadaya Makmur, kuasa hukum mereka, Hadi Sutrisno, SH, mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian hukum, klaim lahan oleh warga tersebut tidak relevan.
“Kami sudah mencermati surat-surat yang diajukan pihak pengklaim. Semua surat itu berasal dari Pemerintah Desa Singa Gembara, bukan dari Kelurahan Teluk Lingga. Padahal, objek lahan yang disengketakan berada di wilayah administrasi Kelurahan Teluk Lingga,” jelas Hadi.
Menurutnya, secara administrasi, surat-surat tersebut tidak sah untuk mengklaim lahan yang berada di luar wilayah desa yang mengeluarkannya. “Mereka salah objek,” tegasnya.
Hadi menambahkan, pihaknya siap membela hak Kelompok Tani Swadaya Makmur di jalur hukum jika diperlukan. Ia berharap aparat penegak hukum dapat bertindak objektif dalam menangani perkara ini, mengingat keberadaan lahan tersebut vital untuk mendukung program nasional ketahanan pangan.
Dampak terhadap Program Ketahanan Pangan
Kelompok Tani Swadaya Makmur selama ini mengelola lahan tersebut untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan di daerah. Konflik ini dikhawatirkan dapat mengganggu produktivitas pertanian dan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan, khususnya di Kabupaten Kutai Timur.
Kasus ini menjadi peringatan penting akan perlunya penataan administrasi lahan yang lebih rapi, agar tumpang tindih klaim tidak mengganggu program-program strategis nasional di tingkat daerah.
Tim