Fajarnewstv.com,”MAROS — Keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros untuk menghentikan penyelidikan dugaan korupsi dana sebesar Rp130 juta di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maros menuai sorotan tajam. Langkah itu dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk lemahnya penegakan hukum, meski aparat hukum menyebut keputusan tersebut telah sesuai prosedur.
🔺 LSM: Pengembalian Dana Bukan Berarti Bebas Pidana
Sekretaris Jenderal LSM PEKAN 21, Amir Kadir, S.H., menyatakan kekecewaannya atas penghentian penyelidikan tersebut. Ia menilai hal ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi di daerah.
“Jangan sampai masyarakat mendapat pelajaran keliru bahwa mencuri uang negara bisa dimaafkan asal dikembalikan,” tegas Amir kepada media, Minggu (27/7).
Amir mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana.
Ia juga mengkritik dasar penghentian perkara yang mengacu pada Nota Kesepahaman (MoU) antara Kemendagri dan Kejaksaan Agung, dengan menyebutnya tidak memiliki kekuatan hukum.
“MoU itu bersifat administratif, bukan norma hukum. Jangan dijadikan tameng untuk menutup-nutupi perkara,” ujarnya.
LSM PEKAN 21 berencana mengajukan surat resmi ke Komisi Kejaksaan RI dan mendesak Kejari Maros agar transparan dalam mengungkap alasan resmi penghentian perkara ini kepada publik.
🔻 Pemerhati: Kesalahan Administratif Bukan Selalu Korupsi
Sementara itu, pemerhati hukum menilai bahwa penghentian penyelidikan oleh Kejari Maros dilakukan berdasarkan pendekatan hukum administratif dan semangat efisiensi dalam penegakan hukum.
Salah satu sumber dari pemerhati hukum, yang ditemui di salah satu warkop di jalan poros Makassar–Maros, menyebut bahwa pengembalian dana dan ketiadaan unsur niat jahat (mens rea) menjadi dasar penghentian penyelidikan.
“Kasus ini masuk kategori kesalahan administratif, bukan korupsi murni. Tidak ada niat memperkaya diri atau pihak lain. Uang negara sudah dikembalikan,” ujarnya, Senin (28/7).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa langkah Kejari merujuk pada MoU antara Kemendagri, BPKP, dan Kejaksaan Agung tahun 2015 (diperbarui 2023), yang memberi ruang penyelesaian kerugian negara secara internal dalam 60 hari sebelum dilimpahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Ia juga menyinggung Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang menyebutkan penyidikan dapat dihentikan apabila peristiwa yang diselidiki bukan merupakan tindak pidana.
⚖️ Telaah Perspektif: Kritik LSM vs Pendekatan Prosedural APH
Aspek | Kritik LSM | Pandangan Pemerhati |
---|---|---|
Kerugian Negara | Sudah terjadi, harus diproses pidana | Dana sudah dikembalikan, tak ada kerugian aktif |
Dasar Hukum | UU Tipikor Pasal 4 | MoU Kemendagri–BPKP–Kejagung, pendekatan administrasi pemerintahan |
Unsur Pidana (Mens Rea) | Tetap ada karena dana diselewengkan | Tidak ditemukan niat jahat (mens rea) |
Tujuan Penegakan Hukum | Memberi efek jera, keadilan substantif | Pemulihan keuangan negara dan perbaikan sistem |
📌 Catatan Redaksi
Tim redaksi menegaskan bahwa prinsip praduga tak bersalah tetap dijunjung dalam setiap pemberitaan. Keputusan penghentian penyelidikan ini tetap terbuka untuk dikritisi baik dari sisi hukum maupun etika publik.
Namun, di sisi lain, pandangan dari pemerhati yang menelaah prosedural aparat hukum juga perlu mendapat ruang sebagai bagian dari prinsip keberimbangan informasi.
Redaksi masih menunggu klarifikasi resmi dari Kejaksaan Negeri Maros dan membuka ruang hak jawab bagi semua pihak yang disebut dalam pemberitaan ini.